Kamis, 19 Mei 2011

NKRI : Niki Kaos Republik Indonesia (menebar corak kearifan sejarah, membangun jiwa wirausaha muda)


“Jangan sekalipun melupakan sejarah”, itulah kalimat besar yang pernah di lontarakan oleh bapak proklamsi kita Ir. Soekarno sebelum dia lengser dari kursi kepresidenan pada tahun 1966. Apabila kita mampu berpikir untuk memahami kata ini lebih jauh, maka kita akan menemukan siratan makna yang begitu mendalam, betapa sang proklamator menginginkan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mampu mengarifi sejarah, bangsa yang mampu belajar dari masa lalunya.

Hari ini, apabila kita membaca surat kabar, mendengarkan berita radio, menonton siaran televisi, Maka sungguh miris, karena hampir setiap hari headline news dunia jurnalistik kita diisi oleh pemberitaan mengenai bobroknya moral bangsa, mulai dari skala mikro hingga skala makro, Dari mulai anak kecil hingga orang lanjut usia, dari kalangan bawah hingga pejabat tinggi Negara. Korupsi berjamaah terjadi dimana-mana, dari skala puluhan ribu hingga triliunan rupiah. Negeri ini memang tengah terjangkit penyakit moral yang begitu kompleks dan akut.
Kini 44 tahun sejak pidato kenegaraan bung karno mengenai “jas merah”, mungkin kita perlu merefleksikan lagi, telah sejauh mana kita mampu memaknai pesan mendalam dari presiden pertama RI tersebut. telah sejauh apa kita mampu memetik pelajaran berharga dari tokoh-tokoh pendiri bangsa ini, bagaimana pemikirannya tentang sebuah konsep bangsa yang ideal, manusia yang ideal, serta bagaimana tindak tanduk heroiknya ketika masih berjuang. Jangan sampai kita begitu mudah menjadi bangsa yang pelupa, dan dengan tegas kami menolak lupa!
Selain persoalan sosial yang kompleks, negeri ini juga dihadapkan pada situasi ekonomi yang tidak kondusif, yang secara langsung tentu berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Hal ini tampak jelas dari tingginya angka pengangguran, dan yang juga turut menyayat hati adalah fakta bahwa angka pengangguran tersebut juga diisi oleh kalangan terdidik. Mengutip hipotesa jurang Samuel P Hutington, Kalangan terdidik yang terus dibiarkan menganggur tentulah akan berujung pada terciptanya sebuah frustasi sosial yang akan menyebabkan rusaknya stabilitas Negara.
Maka dari itu dunia pendidikan kita mesti berkaca, apa yang salah dengan kurikulum kita. Maka bila kami dihadapkan dengan pertanyaan tersebut, kami sepakat menjawab bahwa produk hasil dunia pendidikan kita belumlah dibekali  mental kemandirian yang cukup. Apabila kita mengkerucutkan pada persoalan ekonomi, maka kami sepakat bahwa dunia pendidikan kita belumlah memberikan bekal mental seorang wirausahawan pada produk yang dihasilkannya. Coba lihat, data statistik terakhir menunjukkan bahwa hanya ada sekitar 0,2 persen wirausahawan lokal dari seluruh jumlah penggiat ekonomi. Ini merupakan angka yang tidak begitu mengembirakan bagi dunia perekonomian Indonesia. Apalagi pemerintah kita dengan sangat gagah berani tidak membendung arus globalisasi.
Sebagai seorang mahasiswa, kami tentu merasa turut memiliki tanggung jawab moral terhadap apa yang tengah menimpa bangsa ini. Tapi tentu jalan yang kami tempuh juga sesuai dengan segala keterbatasan yang kami miliki. Namun yang terpenting menurut kami adalah bagaimana kami dapat berperan dalam perbaikan kondisi sosial ekonomi dan mental bangsa ini, sekecil apapun itu. Untuk menjawab tantangan tersebut kami memiliki sebuah ide, yang selain bermuatan nilai-nilai misi sosial terhadap perkembangan mental bangsa ini, juga memiliki muatan nilai bisnis yang mampu menstimulun tumbuh kembangnya jiwa kewirausahaan di kalangan anak muda.
Satu kabar yang cukup mengembirakan akhir-akhir ini adalah kita melihat bagaimana begitu bergairahnya industri kreatif di Indonesia, beragam corak distro menjamur di kota-kota besar bahkan sampai ke pelosok desa. Industri ini terdiri dari berbagai macam produk antara lain music factory, merchandise&accessories product, dan yang saat ini begitu menjamur adalah clothing product. Dalam 5 tahun terakhir ini kami melihat industri ini berkembang begitu pesat dan mampu tumbuh menjadi kekuatan baru bagi dunia perekonomian, dan yang lebih mengagumkan lagi, industri ini identik dengan ide-ide segar dari anak muda.
Maka kombinasi dari 3 hal yang telah kami jabarkan diataslah yang menjadi acuan utama kami untuk mengembangkan usaha ini yaitu, 1. Membangun lagi semangat nasionalisme, patriotisme, serta intelektualitas, terutama di kalangan anak muda agar lebih mampu mengarifi sejarah, 2. Turut serta membangun jiwa kewirausahaan, yang tentunya dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara, dan 3. Turut memanfaatkan market trend sedang berkembang saat ini, yaitu industri kreatif.
Usaha yang ingin kami kembangkan adalah clothing product berupa kaos-kaos menarik yang dapat dipakai oleh semua kalangan, dan terutama sekali anak-anak muda. Untuk menyuntikkan nilai-nilai patriotisme, nasionalisme, dan intelektualitas. Maka kami akan memasukkan unsur-unsur sejarah kepahlawanan Indonesia ke dalam desain kaos tersebut, unsur-unsur tersebut antara lain adalah gambar-gambar tokoh dan kutipan-kutipan kalimat yang mampu membangun wawasan. Untuk tidak melupakan sektor bisnis, tentunya desain ini akan dibuat sesuai selera pasar dan  mengikuti trend hari ini.
Kami juga mengerti bahwa hal-hal seperti ini dapat menjebak kami pada apa yang disebut nasionalisme dangkal, atau patriotisme simbolik. Namun  untuk mencegah hal tersebut, maka kami memiliki ide untuk menambahkan sebuah buku kecil pada setiap pembelian produk kami, dimana buku tersebut di desain semenarik mungkin, dan berisikan pemikiran serta biografi singkat tokoh yang ada pada produk tersebut. nilai tambah serta tujuan dari hal ini adalah kami menginginkan konsumen yang kami khususkan pada anak muda, agar dapat lebih mengetahui dan memahami sejarah bangsanya. Bahwa mereka memiliki pemikir-pemikir dan pejuang-pejuang yang pantas mereka banggakan dan patut mereka contoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar